NYD Virtual Performance in Review

“The Story of Man: In Search of New Ideals”

Di tengah situasi pandemi yang masih berlangsung saat ini, Namarina Youth Dance (NYD) ditantang untuk terus berani berkarya, berkreasi, dan mengekspresikan kecintaan mereka terhadap dunia tari.

Pertunjukan kali ini diadaptasi dari Season Performance NYD berjudul “The Story of Man” yang sebelumnya pernah ditampilkan di Gedung Kesenian Jakarta pada tahun 2010. Koreografi karya Dinar Karina dan Sussi Anddri ini diseleksi dan ditata ulang serta dikolaborasikan dengan koreografi baru karya Andhini Rosawiranti dan Irninta Dwitika yang merespon secara langsung kondisi pandemi saat ini. Penampilan ini ditarikan oleh 18 penari muda berbakat Namarina Youth Dance (NYD) & NYD Apprentice.

Pertunjukan terbagi dalam 4 Babak, menuturkan perjalanan bagaimana manusia bisa beradaptasi dengan lingkungan, situasi dan kondisi dari berbagai periode peradaban manusia, termasuk periode “the new normal”. NYD merasa saat ini adalah saat yang tepat untuk merefleksi dan mengangkat kembali tema sejarah peradaban manusia, dimana kita diharuskan untuk “berhenti” dari berbagai kegiatan atau rutinitas yang menyibukkan agar dapat belajar dan mencari solusi dalam menjalankan kehidupan yang “baru” di era “baru” ini. Berawal dari konsep orisinal gagasan Alm. Serrano G. Sianturi (1960-2019) di tahun 2010, pementasan virtual pertama NYD akhirnya terlaksana pada Minggu, 7 Maret 2021 melalui kanal YouTube Namarina Youth Dance.

Para penari melakukan pemanasan sebelum melalukan rekaman.
(Foto: Agung Kuncahya Bayuaji, Xinhua News Agency)

Berani terus berkarya dan berkreasi, selalu giat dan tekun berlatih, itulah yang dilakukan para penari Namarina Youth Dance di masa pandemi ini sebagai ekspresi rasa cinta mereka terhadap dunia tari.

Arabesque line yang anggun, pirouettes, kelincahan kaki allegro, teknik yang cermat, perpindahan formasi yang rapi dan menarik, dengan iringan musik waltz karya Tchaikovsky, demikianlah persembahan tarian pembuka pertunjukan virtual ini. Tarian balet klasik berjudul “Entrée” dibawakan oleh empat perwakilan dari penari muda berbakat NAMARINA, karya koreografi Felicia Harenya, yang juga merupakan salah seorang penari NYD. Lalu dengan transisi animasi karya Bintang Perkasa, dimulailah pementasan virtual The Story of Man: In Search of New Ideals.

Babak 1: Man and Nature, manusia berusaha beradaptasi dengan lingkungannya.
(Foto: Yose Riandi)

Manusia lahir ke muka bumi, menerima apa yang diberikan alam dan terus beradaptasi. Musim dan iklim berganti, terpaan bencana, intaian hewan buas, dan tantangan alam, semua dapat dilalui dengan akal dan kepekaan.

Kepolosan kostum bernuansa warna earthy (coklat dan hijau), serta rangkaian gerakan berlari, berburu, menombak dan menghentakkan kaki merupakan simbol kenaifan manusia. Tarian babak pertama karya Dinar Karina, “Man and Nature”, menceritakan awal perjalanan manusia di muka bumi. Kebutuhan pokok dapat terpenuhi dengan cara mengambil apa yang disediakan alam. Walaupun diterpa musim yang ekstrem, terancam bencana alam dan intaian hewan buas, manusia terus mencari cara untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Pada akhirnya, manusia selalu dapat bertahan hidup.

Proses ini dirasakan sama dengan segala tantangan selama proses latihan, seperti; berlatih di ruang terbatas di rumah masing-masing, melawan rasa malas dan lelah, ditambah harus menjaga diri dengan menerapkan protokol kesehatan, para penari, koreografer, dan tim panggung terus belajar, mencari ide baru, dan beradaptasi untuk tetap berlatih dan memberikan yang terbaik.

Akhir dari Dark Age melahirkan banyak perkembangan
dalam segala aspek kehidupan manusia.
(Foto: Yose Riandi)

Manusia terus bereksplorasi dengan pemikiran penuh logika. Berbagai penemuan dan ilmu pengetahuan yang berkembang memberikan pencerahan baru dalam kehidupan manusia.

Keadaan panggung yang gelap dengan seberkas cahaya dramatis dari Donie Debirkud (PECAHIN) di atas panggung, menggambarkan akhir dari masa Dark Age, membuka babak kedua dengan tarian solo oleh Soraya Nathasya Dwinandry. Di akhir tarian solo, seperti ilmu pengetahuan yang memberikan pencerahan baru dalam kehidupan manusia, instalasi dekor rancangan Monica Hapsari, “Gate of Lumiere”, pun menyala. Pemikiran manusia berkembang menjadi lebih kompleks, tidak sekadar mencari makanan dan tempat berllindung.

Eksplorasi terus berlangsung, berbagai penemuan baru pun muncul dan berkembang dengan mengamati serta mempertanyakan berbagai “keajaiban” alam. Kesenjangan kaum ningrat dan proletar yang makin jauh menghasilkan cara pikir yang baru. Dunia seni perlahan-lahan tumbuh subur dengan merespon berbagai keadaan di masyarakat. Babak kedua kedua karya Sussi Anddri ini pun diakhiri dengan iringan musik karya Arcangelo Corelli dari era Baroque. Classical ballet duet dengan pointe shoes dan kostum yang lebih berwarna ini sangat tepat untuk melambangkan perkembangan dunia seni yang mampu mewarnai kehidupan umat manusia.

Penonton yang biasanya hanya melihat penari dari depan panggung, pada babak ini diberikan sensasi baru dalam menikmati pertunjukan. Kali ini penonton dapat merasa lebih dekat dengan panggung dan menyaksikan penari dari berbagai sudut yang berbeda. Proses ini memerlukan penggarapan yang lebih detail karena gerakan, ekspresi, dan kostum tersorot dan terekspos oleh kamera.

Babak 3, The 20th Century: menceritakan perjuangan dan kebebasan hak.
(Foto: Yose Riandi)

Peperangan, perbudakan, sampah, limbah, kemudian mengingatkan manusia untuk dapat memperjuangkan hak asasinya serta kembali menghargai dan melindungi alam.

Era penjajahan, kesenjangan status sosial dan ekonomi kemudian memunculkan perbudakan, penjajahan, dan peperangan. Pada suatu masa, akhirnya manusia menyadari kesalahannya. Hak asasi dan kebebasan manusia mulai diperjuangkan. Suara manusia yang awalnya terbungkam, bisa terdengar kembali. Kebebasan berekspresi dan bertindak manusia direpresentasikan oleh tarian bergaya kontemporer di bagian pertama, disusul dengan sajian musik dan koreografi yang bergaya Spanyol bercampur Hip Hop.

Dekorasi panggung dari limbah industri dan gerhana matahari yang terbuat dari sampah plastik melambangkan berbagai masalah baru yang timbul akibat perkembangan teknologi dan industri. Manusia telah mencemari alam yang tak pernah berhenti memberi segala kebutuhan manusia.

Demi mendapatkan rekaman yang terbaik, para penari dan videographer, Rhendi Rukmana, harus melakukan rekaman berulang kali. Dalam setiap pengambilan rekaman, para penari harus menari sama baiknya, atau bahkan lebih baik lagi. Tidak seperti saat menari live di panggung, yang hanya bisa dilakukan sekali, tanpa mempedulikan jika ada kesalahan yang terjadi. Virtual performance yang dilakukan dengan proses rekaman, memberi kesempatan untuk bisa memperbaiki kesalahan dan menerapkan koreksi sehingga mendapatkan hasil yang terbaik.

Harapan, semangat dan keinginan untuk terus hidup,
mengakhiri Babak 4 “The Story of Man: In Search of New Ideals”.
(Foto: Yose Riandi)

Saat kehidupan sepertinya terasa stabil dan nyaman, pandemi hadir. Manusia diharuskan berhenti sejenak untuk kemudian merenungkan kembali perjalanan hidupnya.

Ketidakpastian, kekacauan, panik, cemas, dan bingung, terlihat dalam tarian bagian pertama karya Irninta Dwitika, yang ingin menggambarkan situasi dunia pada saat awal pandemi hadir. Koreografi yang dipadukan dengan lagu “Belantara” dari Rhythm Salad League terasa sangat tepat untuk menggambarkan kepenatan dan ketidakpastian di masa pandemi. Perlahan namun pasti, manusia mendapatkan cara menyesuaikan diri dengan cara hidup yang baru. Manusia kembali bangkit, pandemi membuka hati manusia untuk bersyukur, berempati, dan melindungi sesamanya. Dengan penuh harapan akan masa depan, Andhini Rosawiranti menggambarkan semangat dan keyakinannya dalam tariannya, bahwa umat manusia mampu bangkit dari keterpurukannya.

Secara keseluruhan, virtual performance kali ini memberikan pesan mendalam bagi kita. Melihat gambaran masa-masa awal peradaban manusia hingga masa modern dan globalisasi yang dituangkan dalam performance ini memberi makna bahwa meskipun melalui masa-masa yang sulit, kita sebagai manusia, ternyata mampu untuk dapat beradaptasi dan melewati kesulitan yang dihadapinya. Masa pandemi tidak menyurutkan semangat Namarina Youth Dance untuk tetap berkarya. Melalui virtual performance ini, kita pun semakin menantikan karya-karya Namarina Youth Dance selanjutnya.

Aurelia Arini & Najla Fasaqintara

Simak juga liputan dari media lain
iNews
Sindo News
Jakarta Globe
Jakarta Globe Instagram
Kompas(dot)com: Artikel Foto
Kompas(dot)com: Persiapan Penari
BeritaSatu
Kontan(dot)co(dot)id: Artikel Foto Panggung
Kontan(dot)co(dot)id: Artikel Foto Persiapan Penari
Global Times
Warta Buana
Reuters Picture